Resensi Buku: Natascha Kampusch 3096 Days
Natascha Kampusch 3096 Days
Judul Buku : 3096 Days
Penulis : Natascha Kampusch
Penerbit : Penguin Books Limited
Tahun Terbit : 2010
Halaman : 256 Halaman
Kategori : Biografi, Otobiografi, Kisah Nyata, True Crime
Klasifikasi : Non-Fiksi
ISBN : 978-0670919994
Natascha Kampusch adalah seorang survivor, atau yang bisa disebut sebagai pejuang yang berhasil memperjuangkan hak dan kebebasannya setelah direnggut oleh kejadian yang sangat menakutkan, diculik. Selama 3096 hari, atau kurang lebih 8 tahun, ia ditahan oleh si penculik, Wolfgang Priklopil, dalam ruang bawah tanah di rumahnya di Strasshof, Austria. Selama kurun waktu tersebut, ia disekap di ruangan berukuran 5 meter persegi dan terisolasi dari dunia luar. Natascha juga mendapatkan siksaan secara verbal dan fisik, yang sangat mempengaruhi mentalnya. Namun, ia berhasil melewati semua itu, dan berubah menjadi wanita tangguh yang kisah hidupnya menginspirasi banyak orang.
Setelah kebebasannya pada tanggal 23 Agustus 2006, ia lantas memutuskan untuk menulis buku memoar yang menceritakan pengalaman-pengalamannya selama berada dalam masa penahanan. Bagaimana ia menghadapi hari-hari dan hubungannya dengan si penculik yang ingin dia luruskan, karena selama ini sering di salah pahami oleh banyak orang sebagai Stockholm Syndrome.
Buku ini berisi beberapa bab yang mengisahkan mengenai pengalaman Natascha selama menjalani masa-masa 'penahanan' oleh Wolfgang Priklopil, lengkap dengan prolog yang menceritakan mengenai background keluarga dan masa kecilnya serta epilog yang menjelaskan tentang kehidupan Natascha Kampusch setelah berhasil melarikan diri dari kekangan penculik.
Menurut saya, sebagai pembaca awam yang baru pertama kali membaca kisah otobiografi tentang kisah nyata korban kejahatan, kasus Natascha sangat menarik. Mengapa? Hmm... karena ini baru PERTAMA KALI saya menemukan kasus seunik ini. Sudah sering saya mencari tahu kasus-kasus true crime dari seluruh dunia, yah, sebagai penyuka cerita misteri dan kriminal, rasa ingin tahu saya selalu membuncah dan selalu bergerak mencari informasi-informasi baru yang ingin saya ketahui. Mulai dari kasus pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, kehilangan misterius dan banyak lainnya. Untuk kasus penculikan dan penahanan, saya sudah pernah mencari beberapa seperti kasus Elizabeth Fritzl yang terkenal kejam dan kasus Jaycee Lee Dugard yang saya temui memiliki beberapa kesamaan dengan kasus Natascha, tapi tetap saja terasa berbeda. Kasus Natascha Kampusch ini sempat dikategorikan sebagai kasus dimana korbannya mengalami Stockholm Syndrome, sindrom dimana korban akan berubah bersimpati kepada pelaku dan cenderung melegalkan segala perbuatannya. Natascha sendiri menolak dikaitkan dengan sindrom ini, di mana ia berkata bahwa sikapnya untuk berkooperasi dan mencoba memahami motif dari penculik adalah semata-mata untuk bertahan hidup dalam kondisi di mana tidak ada jalan keluar. Seperti pernyataannya berikut.
"Getting closer to the kidnapper is not an illness. Creating a cocoon of
normality within the framework of a crime is not a syndrome. Just the opposite.
It is a survival strategy in a situation with no escape - and much more true to
reality than the sweeping categorization of criminals as bloodthirsty beasts and
of victims as helpless lambs that society refuses to look beyond."
Di sini, Natascha ingin menegaskan bahwa apa yang dia alami bukanlah sebuah sindrom ataupun masalah psikologis lainnya, dan dirinya juga ingin mendobrak stereotip bahwa seorang penculik biasanya digambarkan sebagai seorang buas yang haus darah sementara korban sebaliknya, domba tersesat yang lemah tak berdaya. Natascha berusaha melihat Wolfgang Priklopil sebagai manusia, a human being, bukan dari wajah seorang penculik yang murni dilihat dari sisi jahatnya saja. Bahwa Priklopil juga punya sisi manusia yang bisa melakukan hal-hal normal dan kebaikan-kebaikan lainnya pada Natascha selama penahanannya. Hal ini membuat saya terharu dengan pikiran positif dan bijaksana dari Natascha Kampusch, terlepas dari segala apa yang telah dia alami, dia memutuskan untuk let it go, memaafkan dan melepaskan hal-hal buruk yang terjadi.
"The only way for me to
deal with it was to forgive the kidnapper his transgressions. I forgave him for
kidnapping me and I forgave him every single time he beat me and tormented
me. This act of forgiveness gave me back the power over my experience and
made it possible to live with it. If I had not adopted this attitude instinctively
from the very beginning, I would probably have destroyed myself in anger and
hatred - or I would have been broken by the humiliations that I was subjected to
daily. In this way, I would have been eliminated; this way would have entailed
even more dire consequences than giving up my old identity, my past, my name.
By forgiving him, I pushed his deeds away from me. They could no longer make
me small or destroy me; after all, I had forgiven them. They were evil deeds that
he had committed and would rebound only on him, no longer on me."
Apa yang Natascha jelaskan pada bukunya seolah menampar saya yang terkadang masih tidak bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu, sikap saya yang terkadang terlalu menyalahkan dan berujung membenci orang-orang yang mempengaruhi hidup saya, orang-orang yang membuat saya tumbuh dengan segala luka dan rasa sakit. Namun, jika dipikir kembali, hidup adalah pilihan bukan? Begitu juga dengan memilih mau tumbuh dengan rasa sakit dan berubah menjadi negatif - depresi, gangguan mental, worst case - take a revenge atau melakukan balas dendam, tumbuh menjadi penjahat dengan alasan 'orang baik yang tersakiti'. Atau, di sisi lain, berani untuk mengikhlaskan dan menjalani hidup dengan lebih baik, mengubah luka menjadi batu loncatan untuk menjadi lebih kuat. Comeback stronger.
Dari hal-hal yang saya sebutkan diatas, sudah cukup untuk membuat saya begitu tertarik dan memutuskan untuk mendalami kasus ini, aneh pikir saya, begitu banyak kasus yang sudah saya cari tahu dan pelajari, namun kasus kali ini sungguh spesial dan seperti 'mengikat' saya untuk terus menyelam ke dalamnya. Itulah mengapa kasus ini saya labeli sebagai 'unik' dan kasus yang saya pelajari paling dalam lebih dari yang lain.
Gaya bahasa yang digunakan oleh Natascha Kampusch pada 3096 Days ini mudah dipahami dan deskriptif. Bagian deskriptif mungkin poin penting karena ini otobiografi, jadi mau tidak mau harus dijelaskan secara rinci. Namun, meski yang saya baca adalah versi terjemahan bahasa Inggris, feels yang saya dapat dari penggambaran suasana yang dideskripsikan oleh Natascha sangat mengena, seolah saya ikut terjun langsung merasakan bagaimana menjadi seorang Natascha lewat kondisi dan perasaan-perasaannya yang ia gambarkan dengan jelas. Saking ngefeels nya, saya sampai terbayang-bayang sosok Natascha dalam diri saya, dan sempat halu bagaimana jika saya lah yang diculik dan disekap menggantikan dia. Yah, sampai sebegitunya, saya sangat mengagumi cara dia menuturkan sesuatu. Kemudian, ingatannya yang masih kuat tentang berbagai momen penting baik dalam kehidupannya sebelum diculik maupun selama masa penculikan dan penahanan. Karena ingatan kuatnya itulah, setiap penggambaran kejadian bisa senyata dan sekuat itu.
Segala sesuatu pasti memiliki kekurangan, begitu pun dengan buku ini. 3096 Days mungkin kurang menarik secara cover karena terlihat old fashioned dan cukup sederhana. Di bagian dalam buku juga tidak terdapat ilustrasi yang mungkin dapat mendukung keabsahan cerita yang disajikan. Di sisi lain, meski bisa saya akui gaya penulisan Natascha Kampusch cukup bagus dan membuat saya seolah dapat 'masuk' ke dalam suasana yang digambarkan, terkadang ia terlalu banyak merefleksikan kejadian di masa lalu dengan pikirannya di masa sekarang. Penempatan dari refleksi itu sendiri sepertinya kurang tepat karena ketika saya sedang asyik-asyiknya mendalami kejadian yang dia ceritakan, langsung dipotong dengan refleksi tersebut, sehingga membuat saya sedikit bingung dan merasa alangkah baiknya jika bagian seperti ini ditempatkan di bab tersendiri atau akhir dari setiap bab setelah ia selesai menceritakan kejadian yang dia alami.
Begitulah kiranya yang bisa saya sampaikan *tjiahh formal banget euy. Yaa menurut saya terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari buku ini, saya merekomendasikan untuk siapapun yang mungkin tertarik dengan cerita true crime dan mungkin ingin mengetahui mengenai kasus ini lebih lanjut. Banyak hal yang bisa dipelajari di buku ini, dan bisa membuat kita menyadari bahwa hidup kita mungkin lebih beruntung dari mereka yang harus mengalami salah satu hal yang paling buruk, penculikan.
So,saya akan memberi rating :
8,5/10
NB: Oh yaa buku ini sepertinya sudah jarang ditemukan di toko buku, dulu sempat beredar sih versi bahasa Indonesianya, tapi karena sudah lewat batas penjualan dan pihak penerbitan sepertinya tidak mencetak ulang, agak susah menemukannya. Namun, masih ada kabar baik untuk kalian yang ingin membaca buku ini, terdepat versi e-book berupa fail pdf yang tersebar di internet, bisa kalian unduh dengan gratis. Dengan catatan yaa, versi ini berbahasa Inggris. Tenang, bahasa Inggris terjemahannya tetap mudah dimengerti dan tidak sesusah itu, yang paham dan bisa bahasa Inggris sabi sih download, yang mungkin tidak terlalu bisa tapi masih tertarik buat baca, ada banyak aplikasi translate yang bisa kalian gunakan untuk membantu kalian menerjemahkan dan memahami isi buku :)
Berikut ini link untuk unduh e-book nya:
https://yes-pdf.com/book/2824
*Sudah dulu yap, sampai jumpa di postingan saya selanjutnya, Babay! :D
Komentar
Posting Komentar