Review Film Little Forest (2018)

Halo halo. 

Saya mau mereview sesuatu nih. Mohon maklum, ini reviewan pertama saya di blog ini, jadi jika ada kekurangan mohon dimaklumi. 



Jadi, saya akan memberikan ulasan tentang sebuah film yang secara tidak sengaja saya temukan di folder film salah satu komputer warnet pada masa saya masih menjadi pejuang warnet sejati *eaaa. Di folder tersebut, ada file film berjudul Little Forest. Pada awalnya saya kira ini adalah film barat atau semacamnya, namun dari overview singkat saya tentang film tersebut, ternyata ini adalah film Korea. Hmm menarik, disitulah saya secara diam-diam *ehem, menyalin file tersebut ke flashdisk dan menyimpannya. Sesampainya di rumah, saya tidak langsung menonton film tersebut karena selain saya sendiri sibuk, juga karena ingin menontonnya di waktu santai yang tepat. Akhirnya, setelah penantian panjang, saya bisa juga menonton. 

Dan reaksi saya di paruh awal film? Enaknyaa, pengen. Wkwkwk, kenapa? Karena disuguhi pemandangan si tokoh utama yang diperankan oleh Kim Tae Ri bernama Hye Won membuat makanan berupa sup sederhana dengan bahan-bahan seadanya, benar-benar masakan rumahan. Perasaan tenang yang menghangatkan hati. Itulah yang saya rasakan. Berikutnya, adegan demi adegan berlangsung, mulai hadir tokoh lain bernama Jae Ha yang diperankan oleh Ryu Jun Yeol dan Eun Sook yang diperankan oleh Jin Ki Joo. Mereka berdua adalah teman masa kecil Hye Won. Sifat keduanya yang khas dan kedekatan mereka dengan Hye Won membuat saya senang. Meski satu sama lain jarang bertemu karena sudah dewasa dan punya kesibukan masing-masing, mereka tetap akrab. Eun Sook juga sepertinya suka dengan Jae Ha, meski sifat mereka kadang bertolak belakang dan suka ribut, hehe. 

Pada awal-awal cerita, saya tidak terlalu mengerti masalah apa yang sedang dihadapi Hye Won, akan tetapi perlahan, flashback demi flashback tentang masa lalu Hye Won seperti saat dia bekerja paruh waktu sembari mempersiapkan ujian calon guru dan hubungannya dengan pacarnya mulai ditampilkan. Saya jadi paham bahwa salah satu alasan Hye Won kembali ke desa kampung halamannya adalah ini. Kemudian, tentang ibunya, ya, inti dari permasalahan adalah tentang sang ibu yang pergi tiba-tiba ketika Hye Won masih remaja dan hanya meninggalkan sepucuk surat padanya. Hubungan Hye Won dengan ibunya juga sempat memburuk, seperti keinginan Hye Won untuk pergi ke kota dan tidak tinggal di desa lagi.

Namun, lambat laun, seiring tinggalnya Hye Won di desa tersebut, semakin membuatnya sadar akan arti segalanya, tentang kepergian ibunya, tentang masalah hidup yang ia hadapi. Ia bahkan bisa dengan hati lega dan tanpa penyesalan melepas pacarnya, memutuskan hubungan mereka berdua yang memang merenggang. Pengembangan karakter tokoh utama ditampilkan dengan apik sepanjang film.

Akting Kim Tae Ri dalam memerankan Hye Won menurut saya terlihat natural dan alami, seperti tidak berakting dan itulah poin pentingnya. Bukankah akting yang tidak seperti sedang akting melainkan seperti melakukan kegiatan sehari-hari adalah hebat? Disisi lain karena film ini memang menceritakan mengenai kehidupan sehari-hari dan relatable maka akting yang digunakan juga tidak yang aneh-aneh. Teman-teman dekat Hye Won seperti Jae Ha dan Eun Sook juga sukses diperankan oleh aktor dan aktris masing-masing. Setiap orang dalam film berhasil membawakan karakternya dengan baik. Ada juga satu karakter yang menurut saya sangat hebat, siapa lagi jika bukan ibu dari Hye Won yang diperankan oleh aktris senior Moon So-Ri, karakternya yang cukup eksentrik dan caranya dalam mendidik Hye Won membuat saya bertanya-tanya sekaligus kagum dengan beliau. Ada satu adegan dimana Hye Won kecil di bully namun reaksi ibunya biasa saja, bukannya tidak peduli, sang ibu memiliki pandangan bahwa jika kamu di rundung oleh anak lain maka biarkan saja, anggap saja mereka tidak ada, karena tujuan dari perundung adalah ingin kamu menghiraukan mereka sehingga mereka akan puas. Hiraukan saja kata-kata itu membuat saya setuju, lawan dengan diam dan tidak peduli. Bukan berarti kita lemah karena tidak melawan, hanya saja, jika keburukan dibalas dengan keburukan hasilnya sama saja bukan? Namun menurut saya, jika sudah berlebihan maka harus dilawan, ya masa mau dirundung terus wkwk. 

Adegan lain yang epik adalah setiap kali Hye Won memasak, dia selalu merasakan kehadiran ibunya, dan dia benci itu. Hal-hal semacam itu muncul karena Hye Won lekat dengan masakan ibunya sedari kecil, masakan sang ibu selalu amazing dan mampu membuat Hye Won kecil terpukau. Seperti saat ibu Hye Won membuatkannya pancake kubis, setelah matang pancake tersebut di beri taburan kulit pohon. Hye Won merasa aneh dan tidak suka jika ibunya mulai bereksperimen dengan masakan lagi. Tapi setelah ia mencium wangi dan memperhatikan bagaimana kulit pohon tersebut bergerak, Hye Won mulai merasa takjub. Mungkin tidak ada salahnya jika Hye Won bilang dia kembali ke desa karena lapar. Ketika tinggal di kota dia sering makan makanan instan seperti nasi kotak instan, namun sering makanan semacam itu tak lagi segar. Dalam salah satu adegan ketika Hye Won memakan nasi kotak, dia memuntahkan kembali nasi yang sudah dia makan. Asumsi saya sih karena sudah tidak enak lagi nasinya, saya sendiri jika disuguhi makanan seperti itu juga tidak selera haha. Ketika Hye Won kembali ke desa, dia memang harus memulai semuanya dari awal dan menyiapkan segala sesuatunya sendiri, seperti harus memotong kayu terlebih dahulu untuk menghangatkan rumah, berkebun dahulu untuk mendapatkan bahan masakan dsb. Secara mental dan fisik, Hye Won lebih sehat, dia mungkin lelah, namun setidaknya dia bahagia.

Untuk beberapa masakan yang ditampilkan, saya rasa semua identik dengan masakan Korea Selatan pada umumnya, seperti tteokbokki, sujebi, dan kue beras. Namun ada beberapa masakan yang dimodifikasi seperti pancake kubis dengan taburan kulit pohon, spaghetti dengan keju dan bunga. Bunga? Iya, bunga. Bayangkan bunga pun dimakan wkwk. Tapi beberapa jenis bunga memang bisa dimakan sih dan ya mungkin yang dimakan Hye Won adalah salah satunya. Setiap proses memasak disesuaikan dengan musim, misal musim dingin membuat sup sujebi hangat dengan nasi, musim semi membuat kue beras manis, musim panas membuat spaghetti bertabur bunga yang saya ceritakan tadi, dan musim gugur membuat manisan chestnut. Semuanya seolah mewakilkan makanan apa yang cocok dimakan untuk setiap musim *menangis sebagai warga negara dengan dua musim saja :".

Untuk elemen pendukung film lain seperti sinematografi dan suara, menurut saya sudah sangat bagus. Sinematografi jangan ditanya lagi, alhamdulillah saya dapat versi HD dan pemandangan sepanjang film sangat sangat amazing. Suara di beberapa adegan sudah seperti ASMR saja, membuat rileks. 

Oh, ya, ternyata, setelah saya cari tahu lagi, film ini merupakan film adaptasi dari film Jepang 'Little Forest Summer and Autumn' dan 'Little Forest : Winter and Spring' yang juga merupakan adaptasi dari manga karya Igarashi Daisuke yang terbit di tahun 2002, dibintangi oleh Hashimoto Ai. Secara keseluruhan, dari informasi yang saya dapat ada beberapa perbedaan antara versi Jepang dan Koreanya, seperti karakter tokoh utama, dalam versi Jepangnya tokoh utama jarang senyum dan hampir selalu tanpa ekspresi sedangkan versi Korea yang diperankan Kim Tae Ri karakternya cukup ceria meski ada kesan swag dan cool dari pembawaannya. Dari segi ceritanya, kalau versi Jepang lebih menekankan ke makanan, versi Korea lebih ke permasalahan dalam ceritanya. Ending kedua versi juga berbeda, jika di versi Korea ibu Hye Won ada kemungkinan untuk kembali, versi Jepangnya, Ibu Ichiko si tokoh utama tidak kembali. Setting desa juga berbeda, versi Jepang desa Ichiko digambarkan sebagai sebuah desa yang sinar matahari jarang terlihat, banyak kabut, kelembaban tinggi, terkesan dingin dan adem. Sedangkan versi Korea menurut saya lebih cerah dan berwarna-warni, apalagi digambarkan sebagai 4 musim. Setiap musim benar-benar digambarkan sesuai keadaannya, dan itu memberikan kesan tersendiri yang menenangkan dan memanjakan mata. Makanan dalam versi Jepang juga lebih banyak dan bervariasi dari versi Korea, bagi yang sudah menonton versi Jepang mungkin sudah tahu akan hal ini. Saya sendiri belum menonton yang versi Jepang, saya berharap bisa menontonnya sih, karena penasaran seperti apa versi original dari film ini. 

Mungkin segitu dulu saja review dari saya, kalau kebanyakan nanti spoiler haha. Menurut saya film ini high recommended dan wajib dilihat bagi pecinta healing movie dan genre slice of life. Bagi pecinta film dengan alur cerita rumit, menegangkan, penuh drama, hmmm saya tidak merekomendasikan sih, khawatir bisa bosan. Tapi coba lihat dulu saja siapa tahu suka kan? Hehe. 

Dan ini rating dari saya :

🌟🌟🌟🌟✨

🌟 : 1 Bintang

✨ : 1/2 Bintang

Jadi saya beri 4.5 dari 5 bintang. Nyaris sempurna :)



NB :

Jika ingin menonton online bisa cari di situs nonton film di gugel, dijamin bisa kok. Kalau offline seperti saya ya harus punya file nya hehe.

See ya in the next post, babai 💜💜💜





Daftar Pustaka :

https://www.cloverblossomsblog.com/2018/04/review-k-movie-little-forest-2018.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: Natascha Kampusch 3096 Days

Hoolaa